Oleh : Amita Kalasuso
Duduk di
sebuah gedung besar yang disebut baruga, memakai jubah hitam dan toga di kepalanya, berkumpul
dengan ratusan calon wisudawan, merupakan hal yang masih sulit dipercaya oleh Tito. Pria kurus berumur 22 tahun itu
kini telah menyelesaikan pendidikannya di fakultas hukum Universitas Hasanuddin
selama kurang dari 4 tahun. Matanya
melirik sebuah angka 05 yang tertempel di kursi seorang peserta wisuda. Tito
mulai mengingat kejadian beberapa tahun lalu, o dan 5 merupakan angka-angka
yang mendorongnya sehingga dapat duduk di ruangan ini.
NILAI TITO BUKAN “O” LAGI
Oleh : Amita Kalasuso
Amita Kalasuso
|
Tito
kecil hanyalah seorang bocah berkulit gelap terbakar yang menghabiskan waktu
sepulang sekolahnya dengan bekerja sebagai pencari barang bekas untuk membantu
ibunya, seorang janda yang bekerja sebagai tukang cuci keliling di pinggiran
kota Makassar. Penghasilannya digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan biaya sekolahnya. Tapi karena terlalu lelah bekerja dan tak memiliki
fasilitas yang memadai, sekolah Tito tak berjalan dengan mulus. Seringkali ia
kedapatan tertidur dan selalu mendapat nilai 0 disetiap ujian. Tito mulai putus
asa, ia mulai berpikir untuk memberitahukan ibunya kalau ia ingin berhenti
sekolah dan bekerja saja. Tapi ia tahu ibunya pasti menolak, ibunya sangat
ingin melihat Tito bisa bersekolah, tidak seperti dirinya yang buta huruf
karena tak pernah mengenyam bangku sekolah.
Hingga suatu hari, ketika Tito
kecil baru pulang bekerja, ia mendapati ibunya sedang menangis di kamar Tito.
Awalnya ia heran melihat wanita tua bertubuh kecil yang berambut sebahu itu
menangis, namun tak lagi setelah tatapannya melihat beberapa lembar kertas yang
ada di tangan ibunya. Semuanya adalah lembar hasil ujian Tito selama ini yang
disembunyikan dari ibunya karena semua nilainya 0. Walaupun ibunya seorang yang
buta huruf, tak bisa membaca lembar-lembar itu, tapi ia tahu apa maksud angka 0 bertinta merah yang berada di pojok atas
kertas-kertas itu. Tito mulai takut, membayangkan ibunya akan marah karena tak
belajar dengan baik padahal ibunya sudah menambah cucian yang harus dikerjakan
agar bisa mendapatkan penghasilan yang lebih untuk sekolahnya. Namun ibunya
justru memanggil Tito, memeluk anaknya dengan erat dan meminta maaf. Tetes air
matanya semakin bertambah saat memeluk tubuh Tito, “ maaf nak, karena tidak
bisa ka’ bayar sekolahmu harus ko juga kerja, tidak sempat miko belajar karena
kau mau bantu mama’... oh kasian...”. Tito kecil yang saat
itu berumur delapan tahun, ikut terlarut dalam tangisan ibunya.
Sejak saat itu,ibunya tak
pernah lagi mengizinkan Tito bekerja, ia juga meminjamkan buku pelajaran anak
tetangga yang menjadi pelanggan jasa cucinya untuk dipakai Tito belajar. Satu
minggu sejak hari itu, saat Tito menantikan nilai ujian matematikanya, ia
sangat bahagia melihat kertas ujian yang dibagikan ibu gurunya. Wanita
berjilbab itu juga senang melihat nilai Tito yang sedikit meningkat. Sepulangnya dari sekolah, orang
pertama yang ia cari adalah ibunya , di tangan mungilnya ia memperlihatkan
sebuah kertas ujian yang di pojoknya ada nila lima “5” bukan lagi nol “0”.
Walaupun nilainya belum benar-benar bagus, ibunya sudah bangga melihat anaknya
itu.
Kebanggan yang terlihat di
raut muka ibunya, menjadi motivasi Tito saat itu untuk menjadi lebih baik lagi,
lagi, dan lagi ,dan kini dengan usaha yang dilakukan ibunya beberapa tahun
lalu, akihirnya ia bisa menjadi siswa terbaik dan mendapatkan beasiswa , begitu
juga saat kuliah di fakultas hukum dengan beasiswa berprestasi yang diterimanya
ia bisa lulus dengan IPK yang tinggi sekaligus menjadi lulusan terbaik saat
itu. Memperlihatkan pada ibunya , bahwa usaha ibunya tak sia-sia. (Ak).
1 komentar:
Emperor Casino: Play Online Slots | Online Slots | ShootCasino
Enjoy an exciting online casino 제왕카지노 experience with a 바카라 Play Now selection of authentic gaming machines 인카지노 and 100s of exciting free spins!
Posting Komentar