Kamis, 06 Desember 2012

Cerpen - Nilai Tito Bukan "0" Lagi

Oleh : Amita Kalasuso








NILAI TITO BUKAN “O” LAGI
Oleh : Amita Kalasuso



Amita Kalasuso
Duduk di sebuah gedung besar yang disebut baruga, memakai  jubah hitam dan toga di kepalanya, berkumpul dengan ratusan calon wisudawan, merupakan hal yang masih sulit dipercaya  oleh Tito. Pria kurus berumur 22 tahun itu kini telah menyelesaikan pendidikannya di fakultas hukum Universitas Hasanuddin selama kurang dari 4 tahun.  Matanya melirik sebuah angka 05 yang tertempel di kursi seorang peserta wisuda. Tito mulai mengingat kejadian beberapa tahun lalu, o dan 5 merupakan angka-angka yang mendorongnya sehingga dapat duduk di ruangan ini.

            Tito kecil hanyalah seorang bocah berkulit gelap terbakar yang menghabiskan waktu sepulang sekolahnya dengan bekerja sebagai pencari barang bekas untuk membantu ibunya, seorang janda yang bekerja sebagai tukang cuci keliling di pinggiran kota Makassar. Penghasilannya digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolahnya. Tapi karena terlalu lelah bekerja dan tak memiliki fasilitas yang memadai, sekolah Tito tak berjalan dengan mulus. Seringkali ia kedapatan tertidur dan selalu mendapat nilai 0 disetiap ujian. Tito mulai putus asa, ia mulai berpikir untuk memberitahukan ibunya kalau ia ingin berhenti sekolah dan bekerja saja. Tapi ia tahu ibunya pasti menolak, ibunya sangat ingin melihat Tito bisa bersekolah, tidak seperti dirinya yang buta huruf karena tak pernah mengenyam bangku sekolah.
Hingga suatu hari, ketika Tito kecil baru pulang bekerja, ia mendapati ibunya sedang menangis di kamar Tito. Awalnya ia heran melihat wanita tua bertubuh kecil yang berambut sebahu itu menangis, namun tak lagi setelah tatapannya melihat beberapa lembar kertas yang ada di tangan ibunya. Semuanya adalah lembar hasil ujian Tito selama ini yang disembunyikan dari ibunya karena semua nilainya 0. Walaupun ibunya seorang yang buta huruf, tak bisa membaca lembar-lembar itu, tapi ia tahu apa maksud angka 0  bertinta merah yang berada di pojok atas kertas-kertas itu. Tito mulai takut, membayangkan ibunya akan marah karena tak belajar dengan baik padahal ibunya sudah menambah cucian yang harus dikerjakan agar bisa mendapatkan penghasilan yang lebih untuk sekolahnya. Namun ibunya justru memanggil Tito, memeluk anaknya dengan erat dan meminta maaf. Tetes air matanya semakin bertambah saat memeluk tubuh Tito, “ maaf nak, karena tidak bisa ka’ bayar sekolahmu harus ko juga kerja, tidak sempat miko belajar karena kau mau  bantu  mama’... oh kasian...”. Tito kecil yang saat itu berumur delapan tahun, ikut terlarut dalam tangisan ibunya.
Sejak saat itu,ibunya tak pernah lagi mengizinkan Tito bekerja, ia juga meminjamkan buku pelajaran anak tetangga yang menjadi pelanggan jasa cucinya untuk dipakai Tito belajar. Satu minggu sejak hari itu, saat Tito menantikan nilai ujian matematikanya, ia sangat bahagia melihat kertas ujian yang dibagikan ibu gurunya. Wanita berjilbab itu juga senang melihat nilai Tito yang sedikit  meningkat. Sepulangnya dari sekolah, orang pertama yang ia cari adalah ibunya , di tangan mungilnya ia memperlihatkan sebuah kertas ujian yang di pojoknya ada nila lima “5” bukan lagi nol “0”. Walaupun nilainya belum benar-benar bagus, ibunya sudah bangga melihat anaknya itu.
Kebanggan yang terlihat di raut muka ibunya, menjadi motivasi Tito saat itu untuk menjadi lebih baik lagi, lagi, dan lagi ,dan kini dengan usaha yang dilakukan ibunya beberapa tahun lalu, akihirnya ia bisa menjadi siswa terbaik dan mendapatkan beasiswa , begitu juga saat kuliah di fakultas hukum dengan beasiswa berprestasi yang diterimanya ia bisa lulus dengan IPK yang tinggi sekaligus menjadi lulusan terbaik saat itu. Memperlihatkan pada ibunya , bahwa usaha ibunya tak sia-sia. (Ak).


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Emperor Casino: Play Online Slots | Online Slots | ShootCasino
Enjoy an exciting online casino 제왕카지노 experience with a 바카라 Play Now selection of authentic gaming machines 인카지노 and 100s of exciting free spins!

Posting Komentar

 
Header image by sabrinaeras @ Flickr